Jurnalisme Investigasi Itu Asyik

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Jurnalisme investigasi itu mengasyikkan. Penyelidikan Susan Orlean terhadap gairah orang pada buku di baik kebakaran hebat Perpustakaan Publik Los Angeles.

BAGI Susan Orlean, informasi yang menarik bisa datang dari mana saja. Instingnya sebagai wartawan The New Yorker selalu terasa dalam tiap bukunya yang menghadirkan kisah-kisah nyata yang tak terungkap media massa. Seperti ketika ia menelisik gairah orang pada anggrek dalam “The Orchid Thief”, buku terbarunya ini mengulik hasrat terdalam manusia pada buku dan ilmu pengetahuan.

Orlean pencerita yang piawai. Ia paham tulang punggung cerita adalah manusia. Maka meski pusat The Library Book adalah perpustakaan publik Los Angeles, Orlean berangkat dari kisah orang-orang yang terhubung pada perpustakaan itu. Pengait pokoknya adalah kebakaran hebat yang menghancurkan lebih dari 1 juta koleksi pada 29 April 1986—hari ketika Presiden Ronald Reagan bertolak ke Indonesia untuk sebuah kunjungan kerja.

Dalam jurnalistik, kebakaran perpustakaan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat itu disebut pasak berita (news peg). Ia yang membuat informasi di sekitarnya membumi karena menjadi pengetahuan umum. Tugas wartawan menyelidiki cerita di balik peristiwa yang bercokol dalam ingatan publik itu. Story behind the news yang digali Orlean dalam buku ini adalah gairah orang kepada buku, cerita para pustakawan yang menaruhkan hidup untuk ilmu pengetahuan, sejarah buku dan perpustakaan.

The Libary Book (Susan Orlean, 2019)

Orlean tahu belaka sebuah cerita besar dan sejarah panjang memerlukan fokus. Maka ia menyajikan biografi Harry Peak, seseorang yang mengaku telah membakar perpustakaan itu, di sebuah pagi yang tenang. Harry seorang pembual yang meyakinkan, seorang histrionik yang menjadi gay karena acap patah hati ditinggal kekasih-kekasih perempuannya. Ia hijrah ke Los Angeles untuk menjemput impiannya menjadi aktor terkenal.

Ide menulis buku ini datang secara kebetulan. Orlean mendatangi Los Angeles Public Library, untuk mengantar anaknya mengerjakan tugas sekolah awal tahun lalu. Saat sedang membaca buku di sana, seorang petugas mengatakan bahwa asap sisa kebakaran masih tercium dari halaman-halaman buku lama.

Orlean terkejut dengan informasi itu. Ia lalu mencari berita seputar kebakaran yang “tak akan dilupakan orang Los Angeles” tersebut. Orlean memutuskan menyelidiki peristiwa itu karena berita-berita di sekitar hari kejadian tak mengungkap secara gamblang motif di balik pembakaran. Harry Peak hanya ditahan tiga hari tapi tak pernah jelas untuk apa ia membakar buku.

Pertanyaan sederhana ini membawa Orlean ke banyak informasi lain yang mengejutkan. Ia mendatangi keluarga Harry Peak di Santa Fe, bertemu adik dan kakaknya, yang bercerita dengan antusias tentang laki-laki yang meninggal pada 1993 di usia 34 karena HIV/AIDS. Agaknya, Harry termasuk orang pertama yang menjadi korban virus yang menyerang kekebalan tubuh ini.

Kebakaran perpustakaan publik Los Angeles (Sumber: Getty Image)

Orlean dengan sengaja menyimpan kisah dan motif Harry membakar perpustakaan di seperempat buku. Cara ini sukses menunda klimaks dan menggeret pembacanya mengikuti apa yang ia lakukan dalam menginvestigasi sejarah perpustakaan itu. Ada banyak cerita menarik di dalamnya: bagaimana pustakawan pertama membangun jaringan buku hingga gairah orang Los Angeles mendirikan kembali perpustakaan yang hancur setelah kebakaran itu.

Tak lupa, Orlean memasukkan cerita pribadinya. Inilah alasan pokok ia menulis buku ini: berterima kasih kepada ibu yang mengenalkan ia sejak usia awal kepada buku dan perpustakaan. Berkat ibunyalah Orlean menjadi orang yang mencintai buku dan masygul hingga hari ini bahwa sejarah manusia penuh dengan cerita pembakaran buku. Toh, untuk memahami karakter Harry Peak, ia mencoba membakar buku Ray Bradbury, Fahrenheit 451. “Buku itu meledak” katanya. Ia merasa jijik dengan realitas yang ia lihat.

Penasaran yang tertunda tentang motif Harry Peak membakar buku ia hidupkan lagi menjelang akhir cerita. Dengan mewawancarai ahli forensik, memeriksa catatan medis dan kepolisian, Orlean tak secara jelas menemukannya. Harry terlalu banyak membuat alibi yang bertolak belakang dan membantah sendiri pengakuannya.

Dari cara Orlean menggali pelbagai informasi dan menuliskannya, jurnalisme investigasi terlihat sebagai ranah yang mengasyikkan karena menantang dan menggairahkan rasa penasaran dan ingin tahu, baik bagi penulis maupun pembacanya. Curious dan skeptic adalah dua senjata para penulis dan wartawan andal dalam menggali bahan dan fakta sekaligus sebagai cara mereka meramunya ketika menyajikannya kepada pembaca.

Para penulis membawa imajinasi pembaca ke dalam rasa penasaran dan ingin tahu sehingga mereka tenggelam dalam lautan cerita itu. Untuk bisa mencapainya, senjata para penulis juga sama belaka. Rasa penasaran mereka telah membimbing ke dalam misteri terdalam, kecurigaan mereka terhadap sebuah informasi menuntun mereka ke dalam jawaban yang tak terduga-duga. Ketika menuliskannya, rasa penasaran, keingintahuan, kecurigaan, itu mereka tuangkan sehingga pembaca mendapat suasana serupa ketika mereka membaca ceritanya.

Buku ini adalah monumen Orlean sebagai wartawan dan penulis untuk para pencinta buku dan cerita.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

One thought on “Jurnalisme Investigasi Itu Asyik”

  1. Pingback: Buku 2019 -

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)