PADA dasarnya setiap orang adalah narsistis. Ini kesimpulan para peneliti di tayangan Discovery Channel. Puluhan tahun para peneliti itu mengamati bentuk wajah seseorang dengan pasangannya. Hasilnya, para responden cenderung memilih pasangan yang wajahnya selaras: ada kemiripan tertentu antara sepasang wajah yang berjodoh. Variasi-variasi wajah (atau tubuh?) yang menghasilkan keunikan itu juga menjadi daya tarik setiap orang.
Majalah Cosmopolitan baru-baru ini membuat polling tentang tubuh yang sempurna. Tubuh yang sempurna itu, begitu hasilnya, ketika seseorang punya wajah seperti Chaterine Zetta-Jones, bokong seperti Jennifer Lopez, betis seperti punya Rene Russo, dan punya dada laiknya Pamela Anderson. Meski jika digabung-gabungkan, manusia yang seperti itu mirip barbie yang gagal dicetak.
Kesimpulan peneliti di tayangan Discovery itu menyebutkan bahwa setiap orang akan menyukai atau cenderung respek pada wajah yang mempunyai keunikan menurut pandangannya, di mana keunikan itu juga terdapat di wajahnya sendiri. Itu pula kenapa lahir pameo bahwa cantik itu relatif. “Yang absolut itu yang tidak cantik,” kata seorang kawan, meski, menurut saya, tidak cantik juga masih relatif. Karena ia sendiri jatuh cinta pada pacarnya karena jempol jari kanan si cewek yang mirip kunyit.
Setiap bayi yang lahir, kata para peneliti, ketika ia mulai tahu dunia luar, yang dikenali pertama-tama adalah wajahnya sendiri, melalui ibu, bapak, adik, kakak, dan anggota keluarga yang lain. Bayangan tentang wajah-wajah itu terekam kuat dalam memori si bayi. Memori itu akan terus menghantuinya sepanjang ia hidup, sampai ketika ia memilih pasangan. Hal-hal lain dari faktor lingkungan akan mempengaruhi pilihan seseorang pada wajah seseorang yang lain. Tapi, ini bukan yang utama. Yang utama, ya itu tadi, bayangan tentang wajahnya sendiri.
Maka, Narcissus menolak cinta Dewi Gema yang amat menggilai ketampanan putra Dewa Sungai ini. Narcissus amat kagum dengan wajahnya sendiri yang terpantul lewat air sungai ketika ia membungkuk hendak minum. Setiap sore, ia kunjungi sungai itu hanya untuk melihat bayangan wajahnya sendiri. Anak Leiriope ini menaburkan bunga yang kelak diberi nama yang sama dengan namanya. Kita tahu, dalam mitologi Yunani yang terkenal itu, Narcissus mati di tepi sungai dengan gejolak kagum pada wajahnya sendiri.
Kita juga kagum pada Tuhan, juga manusia. Dia menciptakan lima miliar manusia yang kini masih nongkrong di muka bumi tanpa satupun kemiripan yang identik. Bahkan untuk dua orang bahkan tujuh orang bayi kembar sekalipun. Saya pernah dengar bahwa setiap kita punya tujuh orang kembaran yang mirip di bumi. Hanya saja setiap kita tidak tahu di mana tujuh “kita” itu. Tapi, kenapa cuma tujuh?
Dan menjadi narsistis bukan monopoli manusia. Burung dan hewan lain juga punya perilaku serupa. Selain meneliti ribuan manusia, para peneliti yang gagal diingat nama universitasnya di Amerika itu, juga meneliti ratusan burung. Di kaki setiap burung dilingkarkan cincin dengan pelbagai warna. Setiap burung punya variasi warna gelang yang berbeda-beda. Hasilnya, burung jantan yang punya gelang hijau cenderung akan kawin dengan burung betina yang juga punya gelang hijau, meski ada juga burung yang punya gelang biru berupaya mendekati burung dengan gelang merah. Tapi, burung gelang biru harus melewati fase menunggu dan perjuangan yang susah sungguh sebelum akhirnya bisa menaklukkan burung gelang merah.
Para peneliti itu tak menghubungkan perilaku narsistik dengan kisah kelahiran Adam dan Hawa yang ada di semua kitab agama-agama. Hawa, kata kitab agama yang kita percayai, diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam. Kata Zainuddin MZ, itu pula kenapa perempuan bersifat seperti tulang iga. “Bentuknya bengkok. Kalau dilurusin patah, dibiarin ya terus bengkok,” kata dai yang tak lagi punya sejuta umat dalam ceramahnya suatu pagi lewat radio.
Saya tidak tahu, adakah analisis ini menuai penolakan dari para feminis. Yang jelas, konon, Narcissus mengagumi wajahnya sendiri karena hidung, seperti teman saya itu yang tergila-gila pada perempuannya karena bentuk jempol.