ASTRAJINGGA

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

 

Ini sisipan dari perang Alengka dengan Ayodya, ketika Dasamuka menculik Shinta dan Hanoman mengubrak-abrik kerajaan itu. Monyet putih itu, yang digambarkan sangat congkak dalam episode ini, hampir kewalahan ketika kakak beradik Aswandi Kumba-Kumba Aswandi tak kunjung bisa mati.

Dua orang itu adalah anak-anak Kumbakarna, adik Dasamuka. Mereka tak membela Dasamuka yang memang salah itu, tapi upaya mencegah kerusakan yang lebih parah akibat amukan Hanoman. “Ini negara kami, kau tak bisa seenaknya merusak.”

Tapi, tiap kali Hanoman membunuh salah satu dari mereka, selalu hidup kembali setelah dilangkahi oleh satu yang masih hidup. Hanoman pun mengadu ke Semar.

“Paman, bagaimana membunuh mereka? Saya sudah kehabisan tenaga.”

“Ada cara tertentu,” kata Semar.

“Makan singkong,” celetuh Astrajingga, anak sulung semar, punakawan itu.

“Kok bisa,” Hanoman terkejut dengan usul itu.

“Ya, bisa saja,” kata Astrajingga dengan tenang.

“Bagaimana caranya?”

“Direbus.”

“Direbus?”

“Direbus. Terus dimakan pasti kenyang dan punya tenaga lagi.”

“Aeh, kutukupret!”

Aswandi Kumba-Kumba Aswandi pun mati dengan cara dibenturkan kepalanya. Mereka tak bisa hidup karena mati bersamaan. Alengka pun jatuh dan Shinta kembali ke pelukan Rama, meski harus menjalani pembakaran untuk membuktikan kesuciannya.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)