KORAN TEMPO BERUBAH FORMAT

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Koran Tempo berubah ukuran dan perwajahan mulai hari ini, 9 Mei 2005.

Sepanjang dua tahun terakhir, migrasi yang riuh telah melanda industri koran, khususnya di Eropa. Majalah The Economist menyebutnya dengan istilah tabloiditis.

Dalam fenomena itu, puluhan koran memutuskan untuk berpindah format atau ukuran kertas, dari semula berukuran besar sembilan, delapan, atau tujuh kolom (broadsheet) ke ukuran tabloid atau format kompak. Mereka melakukannya dengan tetap mempertahankan jurnalisme berkualitas. Tren ini diperkirakan masih akan berlangsung pada tahun-tahun mendatang, bahkan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Jim Chisholm, penasihat strategi World Association of Newspaper (WAN), dalam laporan berjudul New Designs, New Format, malah mendeklarasikan: “Broadsheet sudah mati.”

Chisholm memang terkesan kelewat bersemangat. Sebab, dalam kenyataannya, koran berukuran besar masih banyak. Gairah untuk bermigrasi juga belum tampak meluap di Amerika Serikat, yang kerap menjadi kiblat untuk banyak hal termasuk koran. Tapi bahwa format kecil, kompak, adalah respons jitu terhadap perkembangan zaman, jawaban atas beberapa persoalan yang dihadapi koran pada umumnya, sekaligus yang membukakan peluang yang selama ini tak tergarap, terbukti dari pengalaman di Eropa.

Semua itu bermula dari keputusan The Independent, koran yang diterbitkan di London sejak pertengahan 1980-an. Pada September 2003, koran yang disebut-sebut bereputasi radikal ini mulai meluncurkan edisi berukuran tabloidnya di samping edisi broadsheet; keduanya memuat isi dan iklan yang sama. Hanya berselang dua bulan kemudian The Times, yang juga terbit di London dan sudah berusia 216 tahun, mengambil jalur yang sama.

Perkembangan yang baik, terutama di sisi sirkulasi, segera meletupkan semangat untuk melakukan perubahan serupa di kalangan pengelola koran di banyak negara Eropa. Sejak awal 2004, koran-koran ini berturut-turut menyusul melakukan migrasi: Gazet van Antwerpen dan De Standaard (Belgia), The Irish Independent (Irlandia), The Scotsman (Skotlandia), dan Blick (Swiss). Revolusi terbesar terjadi di Swedia. Dalam waktu yang singkat, 13 koran di negara ini menyeberang ke format tabloid.

Mereka umumnya mengadopsi siasat The Independent dan The Times, menerbitkan dua format bersamaan dalam jangka waktu tertentu sebelum akhirnya mengucapkan selamat tinggal kepada format broadsheet. Ini pula yang dilakukan oleh New Straits Times (NST), koran Malaysia yang sudah berusia 160 tahun. Baru bulan lalu koran ini benar-benar meninggalkan broadsheet. “Sebuah kesempatan yang menyedihkan…,” kata Pemimpin Redaksi Grup New Straits Times Kalimullah Hassan dalam pengantar perpisahannya, “Tapi pada saat yang sama kami, dengan bermacam cara, bangga bahwa kami telah menjalankan langkah berani untuk terus maju.”

Sebuah langkah berani, untuk apa? Jelas, untuk meninggalkan segala hal menyenangkan, tradisi yang mapan, dan semua hal baik yang sudah diraih bersama format broadsheet; untuk mengambil risiko, untuk beradaptasi dengan perubahan zaman dan gaya hidup pembacanya.

Yang terbawa oleh perubahan zaman dan mempengaruhi kelangsungan hidup koran, mula-mula, adalah transportasi massa dan mobilitas personal. Dua hal ini menyebabkan orang tak bisa leluasa membawa-bawa, apalagi membaca, format broadsheet. Siapa mau koran yang hanya bisa dibaca di meja, terlalu besar untuk dibaca di kereta, bus, atau pesawat, dan perlu mata yang sanggup menjangkau jarak rentang baca di luar kemampuan?

Selain itu, televisi dan Internet telah mengubah cara sebagian besar orang memperoleh informasi. Jumlah pembaca koran di banyak negara terus-menerus turun; pembaca tua banyak yang sudah meninggal, sementara pembaca muda tidak tumbuh signifikan. Koran-koran gratis dan alternatif, yang kebanyakan memilih format kompak, dengan artikel-artikel ringkas, justru lebih menarik minat, terutama di kalangan generasi muda.

Perubahan ke format kompak adalah wujud dari keniscayaan bahwa ukuran koran akan terus mengecil untuk menyesuaikan diri–agar bertahan dan bisa membidik peluang-peluang baru. Mario Garcia, desainer yang menjadi konsultan dalam banyak proyek perubahan format koran, yakin pembaca memang menginginkan perubahan itu. “Trennya ada, dan tren ini tak bisa dihentikan,” katanya kepada The Observer.

Masih banyak juga koran yang memilih bertahan, atau berubah perlahan-lahan dengan cara memilih ukuran kertas antara broadsheet dan tabloid (format Berliner). Koran The Guardian, misalnya, yang berada dalam tekanan akibat langkah-langkah The Independent dan The Times, mengisyaratkan hendak memakai format Berliner saja untuk “mempertahankan integritas jurnalisme The Guardian“.

Namun, Garcia menilai strategi berubah perlahan-lahan hanya berguna bagi redaktur dan penerbit penakut, bukan untuk pembaca. “Pembaca tak peduli pada langkah-langkah evolusioner. Mereka hanya ingin Anda melakukannya,” katanya.

Karena itu, Garcia dan banyak desainer dan kalangan lain percaya bahwa soal waktu saja perubahan bakal menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Simaklah kata-kata Tony Smithson, direktur produksi koran The Courier-Journal di Kentucky, Louisville, Amerika Serikat, ini: “Saya kira, secara pribadi, dalam 5 hingga 10 tahun broadsheet akan menjadi anakronisme, keganjilan. Anda tak akan sering melihatnya.”

Sumber : Koran Tempo edisi 9 Mei 2005
Baca juga : Tajuk hari ini.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)