O, ANAK

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Setiap anak akan menciptakan sejarahnya sendiri. Mikail akan punya riwayat dan sejarahnya sendiri, dan mungkin, lepas dari sejarah orang tuanya.

Ketika kecil, di udik, saya bertelanjang dan menghambur ke halaman jika hujan turun. Mikail dilarang karena air hujan di Jakarta bisa bikin sakit. Saya hanya mengenal cerita oral tentang legenda-legenda, Mikail tahu dari buku-buku yang dibacakan ayah dan ibunya ketika berangkat tidur.

Saya hanya kenal mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali atau bambu, Mikail sudah tahu segala jenis merk mobil dan memainkan stir dan persneling betulan. Saya tak membayangkan memegang komputer, Mikail sudah bisa memperagakan mengetik di laptop lalu bermain games di sana. Saya asing dengan telepon, Mikail sudah bisa ngobrol lewat ponsel. Saya baru bisa menghitung, dan hapal Al Fatihah, saat masuk sekolah dasar. Mikail bahkan sudah lancar menghitung dalam bahasa Inggris dan melafalkan beberapa surat Quran.

Saya tidak ingat apa peristiwa saat usia tiga tahun. Mikail menagih janji saya yang tertunda dua hari. Saya cuma menonton Donald Bebek, Mikail tahu segala cerita kartun di televisi dan buku, mampu menirukan beberapa iklan yang dia suka, meminta merek makanan yang gambarnya muncul di layar tivi. Setiap hari saya akrab dengan ayam, kambing, kerbau, sapi. Mikail melihat hewan-hewan itu hanya sepekan di sekitar hari lebaran.

Saya dididik dengan cara tradisional: sekolah hanya dijadikan batu loncatan agar hidup tak sengsara. Mikail sudah masuk sekolah sejak umur dua tahun. Ia sudah diajarkan bagaimana logika jika makan tak cuci tangan lebih dulu. Atau kenapa bulan ada di langit. Jika bertanya sesuatu, ia akan memberondongkan “kenapa” hingga lima-enam kali, sampai ia merasa puas. Misalnya, “Itu mobil apa?”
“Mobil Citroen.”
“Kenapa mobil itu bempernya copot?”
“Itu mobil rongsokan.”
“Kenapa jadi rongsokan?”
“Karena sudah rusak.”
“Rusak kenapa?”
“Sudah tua.”
“Tua kenapa?”
“Belinya zaman dulu.”
“Dulunya kapan?”
“Tahun 70.”
“Tahun 70 itu apa?”

O, anak, sejarah apa yang akan kauciptakan kelak.

Saya tidak tahu apakah saya senang atau cemas dengan itu. Sejarah memang tidak selalu sama, kendati mungkin mirip karena perulangan. Dan anak-anak akan punya zamannya sendiri. Setiap manusia akan punya riwayatnya sendiri. Zaman berubah, abad berlari, manusia pun berganti. Apa yang hari ini canggih dan modern, esok akan segera lumat karena manusia terus berkembang dan berpikir.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)