UNTUK MARIANE

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Seorang istri yang suaminya dibunuh Al Qaidah. Daniel Pearl, wartawan Wall Street Journal.

Budi Primawan, seseorang dari Jakarta, bertanya kepada Mariane Pearl: “Apakah pandangan anda terhadap Islam berubah setelah suami anda terbunuh?” Mariane menjawab tidak. “Saya tumbuh dalam lingkungan Islam, saya sangat kenal agama ini,” katanya. Ia menganggap para pembunuh Daniel Pearl, wartawan The Wall Street Journal yang diculik anggota kelompok Al Qaidah di Pakistan tahun 2002, “adalah para penculik yang hidup dalam keyakinan mereka sendiri.” Dengan kata lain, pembunuh ayah anaknya itu, bukan orang Islam yang ia kenal.

Saya terharu membaca jawaban Mariane ini. Mariane seorang Yahudi yang nenek moyangnya orang Kuba, Cina, Latin, dan Afrika. Ia lahir, tumbuh, dan menjadi wartawan lepas di Paris. Mariane seorang penganut Budhisme-Nichiren yang ajarannya mengedepankan kedamaian. Saya terharu karena jawaban itu datang dari seseorang yang menjadi “korban” oleh mereka yang mengatasnamakan Islam.

Saya terharu karena jawaban itu menjadi anomali di tengah begitu banyak orang yang salah menyangka terhadap Islam, mereka yang tak pernah hidup dan mengerti bagaimana keyakinan Islam yang sesungguhnya. Mariane telah adil sudah sejak dalam pikiran–ciri mereka yang hidup dalam peradaban modern, kata Pramodeya Ananta Toer.

Dalam film A Mighty Heart yang dirilis Juni lalu kita melihat betapa runtuhnya ia sejak memastikan suaminya hilang, tahu siapa para penculiknya, hingga video yang menayangkan bagaimana kepala suaminya dipenggal. Ketika itu ia sedang hamil tua (perannya dimainkan Angelina Jolie). Ia lelah memburu secuil informasi melacak keberadaan suaminya yang hilang selama 10 hari. Ia senewen karena pemerintah Pakistan justru menyalahkan suaminya menempuh jalan sulit mewawancarai pentolan Al Qaidah untuk melacak jaringan seorang peledak bom bunuh diri. Mariane berkesimpulan, “Pemerintahan Musharraf tak cukup punya kekuasaan seperti yang kita kira sebelumnya.”

Sikap Mariane ini penting di zaman ini, ketika orang bisa seenaknya mengklaim diri mengatasnamakan agama setelah melakukan serangkaian pembunuhan. Ketika agama kian mencemaskan, menakutkan, dan membingungkan. Ketika agama tak lagi punya masa depan. Mariane bisa mengalahkan dirinya sendiri dengan tidak menyamaratakan semua hal. Pasca 11 September 2001, kita tergoda kembali ke abad 20, ketika dunia terbagi berdasarkan keyakinan dan ideologi, ketika dunia dipenuhi kecurigaan karena pandangan sempit dan satu arah. Kita terharu dan optimistis masih banyak orang seperti Mariane.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)