Seorang ibu mengirim surat ke redaksi mengabarkan ia sembuh dari kanker karena tertolong sebuah artikel. Mengharuskan.
MENJADI wartawan rupanya ada gunanya juga. Seorang ibu dari Deli mengirim surat kepada seorang teman. Ia berterima kasih kepada teman itu karena telah menulis sebuah laporan yang membuat hidupnya kembali bergairah.
Syahdan, paru-paru kiri ibu dua anak ini membusuk, sejak kecil. Ia sudah muntah darah, dan tak ada cara lain kecuali organ busuk itu dibuang. Biaya amputasi Rp 70 juta, biaya yang tak mudah bagi seorang asisten apoteker di Medan. Lalu ia membaca laporan itu tentang seorang bapak yang rahangnya membusuk karena sebuah tumor ganas bersarang di dagunya.
Bapak itu sembuh setelah ditolong sejumlah dokter yang berpraktek di kapal Mercy, kapal perang Amerika yang luasnya tiga kali lapangan sepak bola. Para dokter membuang rahang itu dan menggantinya dengan tulang rusuk. Bapak itu kini bisa meneruskan hidupnya dengan nyaman: bisa kembali makan, minum, dan berbicara.
Selesai membaca laporan tiga halaman di majalah Tempo itu, ibu dari Deli ini berdoa, agar Tuhan mendekatkan kapal itu yang sudah pergi dari laut di sekitar Aceh itu, setelah tsunami menghantam di akhir 2004. Dan gempa hebat masih mengguncang dataran Sumatera. Mercy harus mundur untuk merawat kembali korban mala dahsyat itu. Ibu Deli itu lalu ke sana, paru-parunya diamputasi, dan ia kini mengaku lebih optimistis menjalani hidup.
Di akhir suratnya, ia menulis begini: “…teruslah menulis, dan bersemangat, karena anda tidak tahu kebaikan kecil bisa berharga bagi orang lain…”
One thought on “SURAT SEORANG YANG DIAMPUTASI PARU-PARUNYA”