Novel detektif pertama J.K Rowling. Akhir yang kurang mengejutkan.
NAMANYA agak aneh bahkan untuk ukuran orang Inggris: Cormoran Strike. Dialah jagoan baru J.K Rowling, penulis enam jilid tualang penyihir cilik Harry Potter, yang namanya dipilih untuk disesuaikan dengan pekerjaannya. Strike tokoh novel The Cuckoo’s Calling, seorang detektif swasta, pembongkar kasus-kasus misterius yang tak bisa dipecahkan polisi.
Setelah A Casual Vacancy, Cuckoo’s Calling adalah novel dewasa kedua dan roman pertama Rowling tentang detektif. Untuk buku barunya yang terbit pertama pada pertengahan tahun lalu itu, ia memakai nama samaran Robert Galbraith. Tak ada alasan spesifik mengapa ia perlu menyamar. Ia hanya terlalu suka pada nama Robert dan sejak kecil selalu ingin dipanggil Galbraith.
Sejak ia melela, Cuckoo’s Calling langsung diburu penggemarnya. Jika dua pekan setelah peluncuran, novel ini hanya dicetak 1.500 eksemplar, pasca pengakuan itu penerbitnya mesti mencetak ulang setiap pekan. Gramedia sudah menerjemahkannya dengan bagus pertengahan Desember lalu dengan judul Indonesia agak aneh: Dekut Burung Kukuk.
Secara harfiah, cuckoo memang burung tekukur, tapi kata ini juga sering diartikan sebagai “sedeng” (dengan bunyi ‘e’ seperti pada bebek), kelakuan yang kerap dikategorikan gila. Dan polah ini merujuk pada tingkah laku tokoh utama novel ini, Lula Landry, supermodel London yang menderita bipolar. Tak seimbangnya cairan kimia di otak ini membuat penderitanya selalu terdorong ingin bunuh diri.
Dan Cuckoo adalah nama panggilan Lula. Tak hanya merujuk pada penyakitnya, panggilan ini juga berkait dengan masa lalunya yang kelam. Saat bertelur, burung kukuk menitipkannya di sarang burung lain hingga menetas. Lula adalah anak seorang perempuan Inggris dan mahasiswa Afrika yang dibuang lalu diadopsi sebuah keluarga kaya.
Dengan makna yang kompleks seperti ini, memang agak sulit mencari padanan dalam Indonesia seraya tetap setia pada judul asli dalam Inggris yang berkaitan langsung dengan cerita novelnya, tentang pembunuhan misterius yang menggegerkan London.
Tubuh Lula ditemukan membeku di aspal bawah jendela balkon apartemennya pada sebuah Januari yang bersalju. Para penyidik dari Scotland Yard menyimpulkan, Lula mati bunuh diri. Tapi kakaknya tak percaya. Berbekal video di hari kematian adiknya yang merekam dua orang mencurigakan, ia meminta Strike menyelidiki ulang hingga ditemukan tersangka pembunuhnya.
Dari situlah cerita novel ini bergerak. Rowling meramu penyelidikan Strike atas kematian model yang sedang naik daun ini dengan gaya “memancing sedikit, memunculkan pertanyaan banyak”. Fakta-fakta bermunculan secara perlahan dan kian mengukuhkan telah terjadi pembunuhan. Seandainya Rowling tak membuka tabir Robert, dia akan disangka penulis baru yang memadukan seluruhnya gaya bercerita Charles Dickens dan Agatha Christie.
Dickens terkenal karena plot yang detil dan padu, Christie pandai menyimpan misteri lewat adegan-adegan yang tak mungkin dilewatkan. Fakta-fakta itu muncul selapis-demi-selapis dan menyeret kita dengan rasa penasaran lapisan itu akan muncul kelak di akhir kisah. Investigasi Strike menjadikan setiap orang yang berhubungan dengan Lula sebagai tersangka pembunuh karena fakta dan kejadian yang dibangun Rowling sama meyakinkannya.
Rowling tak menggambarkan Strike seperti reserse necis dalam serial detektif televisi kabel. Strike tinggi-gendut-berbulu dengan rambut mirip jembut. Satu kakinya buntung terkena ranjau sewaktu berdinas di Biro Khusus Tentara Inggris di Afganistan. Humor muncul lewat kata-katanya yang sarkas. Ia selalu murung dan serius karena hampir bangkrut setelah dicampakkan pacar posesifnya yang jelita. Pendeknya ia bukan tokoh detektif idaman yang berambut spike berotot mengkal dengan hem digulung setengah lengan.
Anasir-anasir itu kelak bermanfaat dalam penyilidikan. Ibunya yang groupies dan sukarela dihamili bintang rock Inggris membuat Strike tak canggung bergaul di kalangan sosialita, komunitas Lula sebelum tewas. Penghargaan sebagai tentara berdedikasi membuatnya bisa masuk ke Scotland Yard untuk mendapat informasi penting dan akurat. Kakinya yang buntung membuatnya kerap merenungkan fakta-fakta sporadis yang ia temukan.
Dan ia dibantu Robin Ellacot, sekretarisnya yang riang dan muda. Dari sekadar gadis penerima telepon yang bingung mencari kerja, Robin menjadi partner tangguh bagi Strike. Perannya seperti Lisbeth Salander bagi Mikael Blomkvist dalam The Girl with The Dragon Tattoo atau Adso bagi William Barkerville dalam The Name of The Rose. Tanpa Robin, Strike tak akan menemukan kesimpulan jitu yang mengaitkan lapisan-lapisan fakta hasil investigasinya.
Novel ini kian renyah karena referensial. Selain tempat-tempat yang muncul adalah landmark London yang terkenal (taksi hitam, bus tingkat, stasiun bawah tanah yang sibuk, Piccadilly Circus, bar-bar di sekitar Trafalgar Square), tokoh-tokohnya juga berkait dengan tokoh nyata. Lula seperti gambaran Kate Moss, supermodel Inggris yang mungil berkulit gelap dan punya pacar doyan mariyuana. Ayah Strike seperti deskripsi Freddy Mercury, vokalis Queen yang meninggal karena HIV.
Dan segala faset, fakta, dialog yang efektif, serta plot yang terjaga sejak awal itu melumer di bagian akhir. Rowling seperti kebingungan mengakhiri kisahnya atau menutup investigasi Strike. Ia memilih menutup novel ini dengan monolog panjang Strike menguarkan hasil investigasinya, menautkan fakta-fakta yang ia temukan, di depan pembunuh Lula. Meski pelaku itu punya motif masuk akal dan tak terduga, teknik berceramah ini menggoyahkan kekokohan cerita Rowling yang kompleks ini.
Judul : The Cuckoo’s Calling
Penulis : Robert Galbraith
Penerjemah : Siska Yuanita
Penerbit : Gramedia
Tebal : 520 halaman
Harga : Rp 99.000