Konser Liam Gallagher di Jakarta terasa tak lengkap. Noel memang seharusnya ada terus di sisinya.
LIAM Gallagher seperti lepas sendiri di panggung konser. Slide Away jadi kurang atraktif karena tak ada ritme cepat di akhir lagu yang biasanya diisi suara kakaknya, Noel Gallagher. Slide Away selalu lebih bagus jika dinyanyikan di panggung dengan fade-out itu. Maka pada konser di eCovention Ancol, Jakarta Utara, pada Minggu malam tadi, penampilan Liam jadi kurang greget.
Ia jadi pusat di panggung itu. Jika terasa ada yang hilang dari Liam, itu adalah tagog songong yang menjadi ciri khasnya selama menjadi vokalis Oasis. Para penggemar Oasis akan memaafkannya dan terhibur oleh kelakuan itu karena kita punya Noel, yang lebih dewasa, yang murah hati menyapa penonton, tersenyum setiap manggung dan selalu siap menolong band ketika Liam membuat ulah atau mogok bernyanyi.
Di Ancol malam tadi, Liam seperti vokalis baik pada umumnya. Berkali-kali mengatakan “thank you”, dan coba berdialog dengan penonton, sesuatu yang dulu dilakukan kakaknya. Liam seperti harus mengisi bolong yang ditinggalkan Noel sehingga ia tak tulen lagi. Di panggung semalam, ia tak seperti tergambar dalam cuit-cuitannya di Twitter yang suka omong sembarangan.
Belum soal suara kedua yang hilang dalam lagu-lagu Oasis yang ia nyanyikan, seperti pada Slide Away itu atau bahkan lagunya sendiri dalam album As You Were. Tak ada vokal yang menolong ketika suara seraknya kurang naik satu oktaf, seperti ketika ia menyanyikan Paper Crown. Gitar Mike Moore juga terlalu halus dibanding Noel untuk lagu-lagu Oasis.
Dan penonton konser Liam di eCovention itu agaknya penggemar Oasis tulen. Sejak menunggu di pintu masuk pukul lima sore, mereka menyanyikan lagu-lagu hit band Inggris ini, semacam Live Forever atau Supersonic, dan Don’t Look Back in Anger. Tak ada For What It’s Worth atau Come Back to Me, dua lagu andalan album solo Liam, As You Were, yang menjadi judul tur ia keliling dunia sepanjang tahun ini.
Penonton juga tak membludak. Ruang konser tertutup eCovention seluas 4.000 meter persegi pun masih menyisakan pojok-pojok kosong. Mereka yang pegal berdiri bisa berselonjor di karpet atau tidur-tiduran. Padahal konser ini sudah ditunda. Seharusnya penonton bisa jauh lebih banyak dengan pemunduran itu. Menurut promotornya yang dikutip media, Liam memang tak mau ada band pembuka. Akibatnya, empat jam menunggu untuk konser tunggal terlalu sia-sia buat penonton.
Baru pukul 21.10 Liam muncul di panggung dengan jaket parka biru yang sama persis ketika ia tiba Jakarta sehari sebelumnya. Bedanya, ia memakai jins panjang, bukan celana sedengkul. Setelah salam, ia menggebrak dengan Rock n Roll Star, dari album Oasis Definitely Maybe (1994) disusul Morning Glory. Sampai lagu ketiga, penonton masih bernyanyi dan mengacungkan telepon seluler untuk merekamnya. Tangan-tangan mulai turun ketika Liam menyanyikan Greedy Soul dari album As You Were.
Beberapa lagu dari album solo pertamanya itu berurutan ia nyanyikan. Pada For What It’s Worth, Liam membawakannya dengan santai tapi terengah-engah ketika menyanyikan Come Back to Me yang rancak, meskipun sudah ngeden maksimal—ciri khasnya jika bernyanyi di panggung. Penonton, sementara itu, adem ayem lagi.
Mereka baru bergemuruh ketika Liam menyanyikan Some Might Say dan Live Forever yang dibawakan secara akustik. Total ada tujuh lagu Oasis yang ia nyanyikan sampai lampu padam dan ia menghilang ke balik panggung.
Penonton meminta lagi sembari menyanyikan Champaign Supernova. Liam muncul membawa bendera merah putih. Saya pikir ia akan memenuhi permintaan penonton setelah jeda itu. Supernova adalah salah satu lagu terbaik album (What’s the Story) Morning Glory? yang liriknya mewakili (dan tentang) omong kosong zaman psikedelik, kiblat musik hingga penampilan fisik para pemain Oasis.
Liam rupanya menyiapkan lagu yang lebih akrab: Wonderwall. Tentu saja penggemar Oasis histeris dan bernyanyi bersama, terus menyanyi bahkan ketika Liam kehilangan mikropon, akibat dipeluk seorang penonton yang naik panggung, sampai lagu ini tuntas.
Tak ada ucapan terima kasih dan pamitan setelah Wonderwall–lagu kedua Oasis setelah Don’t Look Back in Anger yang paling banyak dibuat variasinya. Penonton baru sadar konser telah berakhir ketika layar besar menampilkan kalimat “sampai jumpa di konser berikutnya” dalam bahasa Inggris. Konser telah selesai, Liam sudah usai menyanyi ketika jam menunjuk pukul 22.15. Konser pertamanya di Indonesia dan kedua di Asia setelah Bangkok ini pun seperti berakhir nanggung. Mana itu Don’t Look Back in Anger? Lagu Oasis sepanjang zaman ini seperti bukan milik dia.
Lagu itu seolah milik Noel. Ia selalu menyanyikan lagu kebangsaan penggemar Oasis ini di semua konsernya, bersama grup band barunya, Noel Gallagher’s High Flying Bird, dengan pelbagai variasi nada dan versi. Liam berhenti di Wonderwall. Seandainya ada Noel, lagu itu pasti dinyanyikan.
Tapi, barangkali, segala keluh-kesah ini adalah suara penggemar Oasis, atau suara yang ingin mereka rukun kembali. Liam dan Noel berpisah dan resmi membubarkan band ini pada 2009, setelah konflik rumit dan aneh sebagai kakak-beradik. Keduanya berpisah jalan setelah Noel marah akibat Liam meninggalkan konser besar hanya untuk memperbaiki kacamata.
Liam mendirikan Beady Eye setelah Oasis bubar, tapi lagu-lagunya tak jadi hit. Noel dengan NGHFB, juga kurang nendang, meskipun album kedua Chasing Yesterday lumayan membawa warna Oasis dengan vokalnya. Tapi album baru Who Built the Moon terlalu berisik untuk lagu pop-Britania, terlalu banyak warna dan suara, seperti melihat seorang setengah baya memakai baju pantai yang cerah ke mal.
Peluncuran album-album itu seperti menandai persaingan kakak-beradik ini karena antologi lagu mereka terbit hampir bersamaan tahun lalu. As You Were memang terasa lebih enak di telinga. For What It’s Worth dan Wall of Glass menduduki tangga lagu populer di Inggris dan Amerika, sementara lagu Noel entah ke mana. Dan jika menyimak lirik-liriknya, 15 lagu Liam seperti menceritakan tentang kakaknya. Misalnya lirik lagu Bold.
When I wake up and I hear you say
There’s no love worth chasing yesterday
‘Cause it’s alright, it’s alright now
Yes, I know
I’ve been bold
I didn’t do what I was told
Yes, I know
Use soft soap
You didn’t do what I was told
Jadi agaknya Noel perlu lebih rendah hati dengan menerima tawaran reuni dari adiknya. Kepada The Guardian, Liam mengaku menyesal telah membubarkan Oasis, sebagai nama baru band The Rain pada 1991. Seperti pengakuannya kepada majalah Fault yang dikutip The Independent, Liam mengatakan ia tak suka bernyanyi solo. “Saya bukan pemain gitar dan bukan penulis lagu yang subur,” katanya. Kalimatnya jelas merujuk kepada kakaknya, penulis utama lagu-lagu hit Oasis.
Noel mesti meresepai lirik rendah hati dalam For What It’s Worth:
For what it’s worth, I’m sorry for the hurt
I’ll be the first to say, “I made my own mistakes”
Pada 19 Desember lalu, Liam mengucapkan selamat Natal kepada tim NG—inisial nama kakaknya–di Twitter. Ketika seorang penggemarnya bertanya apakah mereka tak saling kontak, Liam menjawab, “Dia sudah mau mengulurkan tangan.”
Jadi, semoga itu bukan “janji kosong memberi harapan kepada penggemar”, seperti selalu diklaim Noel tiap kali Liam memberi angin surga reuni Oasis. Mereka perlu berbaikan, bukan hanya sebagai saudara, bukan hanya untuk penggemar, tapi untuk kolaborasi menciptakan lagu-lagu pop hebat dan bersejarah…
Gambar: Instagram @liamgallagher