BECAK: SEBUAH PELUANG BISNIS

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Becak di Jakarta bisa menjadi bisnis angsa hitam, di tengah usaha transportasi yang sudah menjadi angsa putih. Go-Jek sudah membosankan, bukan?

GUBERNUR Jakarta Anies Baswedan mencabut larangan operasional becak dan bersiap mengaturnya sebagai moda baru transportasi orang Ibu Kota dengan memberinya rute khusus. Selain menghidupkan kembali sumber penghasilan masyarakat miskin, kata Wakil Gubernur Bang Sandi, becak itu ramah lingkungan karena tak memakai bensin yang polutif. Inilah dua keunggulan becak yang tak dimiliki alat transportasi lain yang memakai mesin.

Maka ini peluang bisnis buat orang Jakarta. Soalnya, kata Pak Anies, becak sudah lama ada dan terus ada meski dilarang sejak Gubernur Ali Sadikin dan digaruk tibum. Mari kita uji peluang bisnis becak dari sisi strategi bisnis.

Jika membaca Beyond Strategy, sebuah bisnis yang berhasil adalah bisnis yang menjadi “angsa hitam” di tengah bisnis “angsa putih”. Maksudnya, bisnis yang unggul itu kalau memiliki “dimensi mengejutkan”. Ia datang ke tengah pasar menawarkan banyak keunggulan. Mahasiswa-mahasiswa sekolah bisnis menyebutnya differentiation atau value proposition. Becak jelas punya dimensi ini: menawarkan diri jadi alternatif transportasi yang ramah lingkungan.

Problem Jakarta itu selain macet, transportasinya tak pasti dan tak menjangkau titik-titik yang jauh dari jalan utama. Jadi ide Pak Anies dan Bang Sandi ini adalah kebijakan yang ingin menyelesaikan problem ketidakpastian itu dengan memberi rute khusus untuk becak. Mungkin belum menyelesaikan macet, karena toh pedagang saja diizinkan berjualan di trotoar dan jalan Tanah Abang. Kesemrawutan tak penting, sebab, kata beliau berdua, dalam kebijakan publik yang utama adalah keberpihakan.

Apalagi di musim hujan begini. Jika memakai taksi Anda akan dikutuk orang se-Twitter sebagai penyumbang kemacetan. Maka Anda akan memesan ojek agar bisa selap-selip di sela kesuntukan jalanan. Ojek jelas lebih unggul dibanding taksi dalam soal kecepatan. Tapi ojek tak melindungi kita dari hujan, juga panas jika terik, plus bau helm.

Maka becak mendisrupsi kekurangan-kekurangan dalam ojek. Jika hujan, becak bisa ditutup dengan kerai sehingga penumpang tak basah dan sampai rumah tak sakit. Jika hari terik, kerai  juga lumayan menahan silau. Dan, ini paling penting, kita terbebas dari bau helm. Buat cowok, rambut bisa tetap spike saat masuk kantor atau meruapkan aroma sampo dan kondisioner. Apalagi, becak bisa berdua. Jika hujan akan jadi romantis, jika terik kita tetap modis.

Pendek kata becak tak hanya menawarkan keunggulan, juga keunikan. Sebagai bisnis ia cukup syarat mendisrupsi bisnis para inkumben. Apa bisnis para inkumben itu? Ojek, bus, taksi. Selain memiliki “dimensi mengejutkan”, becak punya empat dimensi lain: dimensi faktor x, dimensi regulasi, dimensi biaya, dan dimensi inovasi.

Becak sangat didukung gubernur dan wakil gubernur. Ini faktor X yang tak dimiliki moda transportasi lain. Uber, Grab, Go-Jek sempat dilarang karena aturan positif belum siap dengan bisnis peranti lunak. Hanya becak yang disebut khusus dalam program kampanye kedua Abang kita ini. Apalagi, kata beliau berdua, mengizinkan becak itu cara mereka menunaikan janji kampanye gubernur sebelumnya, Pak Jokowi dan Pak Ahok. Karena itu regulasi akan sangat mendukung. Biaya juga akan murah karena tak perlu bahan bakar sehingga tarif pasti akan bersaing dengan ojek atau bus apalagi taksi.

Bagaimana dengan inovasi? Inilah peluang bisnis tambahannya. Jika Anda tak mau jadi juragan becak, Anda bisa seperti Nadiem Makarim, bikin Go-Cak, bikin aplikasi. Atau dua-duanya sekaligus. Anda bisa bekerja sama dengan bengkel membuat becak dan memasoknya kepada abang becak yang Anda bekali dengan telepon pintar. Kata Peter Thiel, pemimpin mafia PayPal itu, bisnis yang menang itu jika ia monopoli pasar.

Apabila masih kurang meyakinkan, mari kita tengok Michael Porter. Bapak manajemen ini mengatakan bahwa dalam bisnis hal paling penting adalah membangun strategi agar produk kita unggul dibanding yang lain. Caranya memakai tiga jurus ini: biaya murah dengan layanan berkualitas, keunikan, dan target konsumennya fokus. Untuk menguji tiga cara ini pakailah lima blok kekuatan sebuah produk ala Porter: mengelola pemasok, mengelola daya tawar konsumen, mengetahui kelemahan rival, menghilangkan ancaman susbtitusi produk lain, dan mencegah ancaman pendatang baru.

Jika Porter terlalu rumit, kita bisa memakai blue ocean strategy yang memakai senjata ERRC (eliminate, reduce, raise, dan create). Lihatlah gambar di bawah ini, terlihat jelas becak punya keunggulan dan keunikan sebagai moda transportasi dibanding ojek atau bus yang dibutuhkan masyarakat Ibu Kota yang selalu bersemangat jika membahas abang-abang gubernur dan wakil gubernurnya di media sosial.

Strategi kanvas bisnis becak di Jakarta

Dukungan teori masih kurang? Ayo, kita tengok jurnal Business Harvard Review, sebuah artikel yang ditulis Matthew Eyring di rubrik Disruptive Innovation. Eyring dan dua staf di Insoight, sebuah firma konsultan bisnis di Amerika, jalan-jalan ke India dan menyimpulkan sebuah formula bisnis untuk negara-negara berkembang. Mereka juga mempraktikkannya dengan mendirikan mesin cuci keliling kiloan untuk masyarakat perdesaan di India dan ternyata bisnis mikro itu berhasil. Artinya, teori mereka teruji secara empiris.

Kuncinya adalah mengedepankan akses terhadap produk dan keterjangkauan dalam harga. Seperti yang dianjurkan Michael Porter, Eyring menawarkan dua proposal berbisnis di negara berkembang: harga dan keunikan produk. Mana yang harus didahulukan dari dua hal ini? Dari pengalaman Eyring, ia memilih berangkat dari harga sebelum menawarkan keunikan.

Karena ciri-ciri ekonomi pasar negara berkembang mengutamakan keterjangkauan, Eyring menganjurkan bisnis di negara-negara ini mengikuti arah jarum jam dalam grafik ini.

Jadi lengkap sudah fondasi teori untuk becak sebagai sebuah bisnis yang akan mendisrupsi usaha transportasi di Jakarta. Harganya akan murah karena tak perlu bensin (jika 6 kilometer ojek harganya Rp 10.000, becak bisa Rp 5,000), unik karena bukan mesin yang bekerja, aman karena tak akan ngebut, menghilangkan polusi yang berpahala buat lingkungan, dan menambah keindahan kota karena becak bisa dihias warna-warni.

Tentu saja ide melegalisasi becak akan membuka peluang pekerjaan baru. Ide Pak Anies disambut di mana-mana. Para penarik becak yang terdisrupsi ojek aplikasi bersiap masuk Jakarta. Mereka siap mendisrupsi balik dengan dukungan penuh Bapak Gubernur.

Sumber foto: Tempo.co

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

2 thoughts on “BECAK: SEBUAH PELUANG BISNIS”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)