OEDIPUS DARI TURKI

Twitter
Visit Us
Follow Me
LinkedIn
Share
RSS
Follow by Email

Novel terbaru Orhan Pamuk. Singkat, padat, kompleks, menegangkan.

ORHAN Pamuk memukau karena ia pandai mengadon cerita yang seolah-olah tak penting menjadi kisah yang meminta terus-menerus dibaca. Plot novel peraih Nobel Sastra 2006 berkat Salju ini seperti kurva genta: melangut di awal, naik pelan-pelan dengan pelbagai peristiwa penting dan genting, kemudian memuncak pada klimaks yang tak diduga-duga.

Dalam novel terbarunya ini, Kırmızı saçlı kadın (diterjemahkan ke dalam Inggris akhir 2017 menjadi The Red-Haired Woman oleh Ekin Oklap), Pamuk mengolah mitologi Yunani dan Asia ke dalam kisah anak kecil yang memanfaatkan hari libur sekolah menjadi penggali sumur di Öngören, kota fiktif di luar Istanbul. Cem Çelik berusia 16 tahun pada 1986 yang menjadi setting waktu pembukaan cerita ini.

Ia anak yang ditinggalkan ayahnya, yang ditahan pemerintah karena aktif di partai kiri, lalu menghilang sekeluar dari penjara. Karena punya keinginan kuat meneruskan sekolah, Cem mendaftar menjadi penggali sumur kepada seorang ahli yang mendapat proyek di kota fiktif itu. Di sinilah Cem bertemu Gulcihan, perempuan yang 15 tahun lebih tua, pemain teater, dan istri seorang suami bekas kakak iparnya. Gulcihan menikahi kakak suaminya terdahulu yang meninggal.

Sebagai pemuda yang akil-balig, Cem kesengsem pada kecantikan dan kepandaian Gulcihan saat bermain teater. Pucuk dicita ulam tiba, Gulcihan membalas taksiran itu hingga mereka bercinta di apartemen ketika suaminya sedang pergi ke Istanbul. Sampai di sini, sampai di bagian pertama, cerita seolah tak berhubungan satu sama lain, dan tak penting. Pamuk fokus mengurai hubungan Cem-Gulcihan-Mahmut, tukang gali sumur itu, sebagai hubungan ayah dan anak.

Cem yang merindukan sosok ayah, menganggap Mahmut sebagai penggantinya. Setelah sering menonton teater, sebagai alasan melihat Gulcihan, Cem membaca Raja Oedipus yang ditulis Sophocles. Mitologi Yunani ini menceritakan tentang anak yang membunuh ayahnya sendiri lalu menikahi istrinya, yang tak lain ibunya sendiri, karena ketidaktahuan. Apa yang terjadi pada Oedipus kemudian menimpa Cem: lambat laun ia berkonflik dengan Mahmut dan meninggalkannya ketika orang tua itu jatuh ke dalam sumur. Cem memilih pulang ke Besiktas.

Yang membuat cerita Perempuan Berambut Merah ini jadi menarik adalah Pamuk menggabungkan cerita Oedipus dengan babad Shahnameh, kisah panjang Persia yang ditulis Mpu Firdausi dari Iran pada abad 10. Dari 60.000 puisi dalam kisah ini, terceritakan riwayat Rustam dan Sohrab. Rustam seorang pangeran Persia yang kehilangan kuda ketika berburu di Turan, wilayah Turki. Tersesat karena mencarinya, ia sampai di sebuah kerajaan kecil di Turki.

Di kerajaan ini, seorang putri di sana meminta Rustam membuahinya. Maka lahirlah Sohrab yang ditinggalkan ayahnya yang pulang kembali ke Iran setelah percintaan semalam dengan ibunya. Sohrab kemudian jadi pangeran perkasa di Turan dan menyerbu Iran agar ayahnya menjadi raja. Dalam peperangan itu, Rustam dan Sohrab bertemu dan bergelut tanpa keduanya tahu siapa musuh yang sedang dihadapi. Rustam akhirnya menang dan orang Turan berduka begitu tahu pangeran mereka dibunuh ayahnya sendiri.

Shahnameh menjadi kebalikan dari cerita Oedipus. Pamuk mengolah mitos ini sebagai tamsil betapa bertolak-belakangnya mitos dan budaya Eropa dan Asia, dan Turki ada dalam tarik menarik itu. Sejarah Turki adalah sejarah kebimbangan antara dua budaya. Geografi Turki yang berada di dua benua ini selalu galau di antara benturan dua kebudayaan itu.

Dalam novel Perempuan Berambut Merah ini, Rustam adalah prototipe Cem dengan nasib seperti Raja Laius, ayah Oedipus.

Setelah meninggalkan Öngören, ia kuliah di jurusan geologi. Ia lulus, menikah, dan menjadi pengembang yang populer. Kekayaannya membuat ia terkenal di seluruh Turki. Cem mewakili generasi baru Turki yang sekuler dan kapitalis yang bersimpati pada gerakan politik kiri—tarik-menarik yang khas di sana.

Di tengah kekayaannya itu, Cem menerima surat dari seseorang yang mengaku anaknya. Dialah Evren, anak Gulcihan. Percintaan semalam mereka 30 tahun lalu membuat perempuan berambut merah itu hamil. Cem dengan sangat terpaksa kembali ke Öngören karena perusahaannya membuka tanah di sana dan ada seorang penduduk yang mengadu karena tanahnya diserobot Sohrab, nama perusahaan Cem.

Gulcihan yang menderita sepeninggal Cem karena berpisah dengan suami keduanya, mengatur pertemuan pacar gelapnya itu dengan anak mereka. Ia memalsukan identitas anaknya agar Evren bisa menemui Cem. Evren adalah anak yang murung karena kehilangan figur ayah sejak lahir. Seperti Oedipus, ia menyimpan dendam kepada ayahnya.

Setelah itu cerita jadi menegangkan. Pamuk mengatur plot sedemikian rupa tentang pertemuan ayah dan anak ini di sumur tempat Mahmut meregang nyawa. Cem yang disaput nostalgia dan penelusuran mencari orang yang mengaku anaknya, abai dengan bahaya yang mengintai di sekelilingnya. Juga kisah asmara ayahnya yang kiri ketika hilang setelah keluar bui. Ayah dan anak ini ternyata pernah meniduri perempuan yang sama di Öngören!

Ada banyak lapisan cerita dalam novel yang pendek ini. Selain mengadon mitos, Pamuk juga menyisipkan gambaran Turki modern yang bimbang antara sekularisme dan agama. Evren digambarkan mewakili orang Turki yang fanatik, yang curiga pada orang sekuler dan ateis macam Cem, yang kaya, yang kelas menengah-atas: konflik politik dua kubu yang selalu menegangkan dalam sejarah Turki modern.

Agaknya Pamuk menyiapkan tokoh Cem untuk mewakil Turki yang penuh konflik itu. Cem adalah sosok yang menjadi tempat persilangan dua kultur dalam mitos Oedipus dan Shahnameh. Karakter Cem menjadi kompleks dengan kisah hidup yang saling tarik menarik itu.

Sebagai orang Eropa, ia Oedipus yang berkonflik dengan ayahnya, bapak yang membuangnya. Sebagai Asia, ia Rustam yang berkonflik dengan anaknya sendiri, yang ia tinggalkan dalam derita. Cem adalah Oedipus yang tak dikehendaki oleh anak dari hasil hubungan gelap dengan perempuan yang lebih cocok jadi ibunya.

Jika ada novel yang asyik dibaca karena kompleksitas cerita dan kekayaan khazanahnya dalam sekali duduk, The Red-Haired Woman masuk salah satunya.

Author: Bagja Hidayat

Wartawan majalah Tempo sejak 2001. Mendirikan blog ini pada 2002, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

5 thoughts on “OEDIPUS DARI TURKI”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoy this blog? Please spread the word :)