Investigasi adalah muruah jurnalisme. Kolaborasi wartawan dan publik akan memperkuat perannya.
KOLABORASI dan inovasi menjadi mantra baru dalam bisnis dan industri di era disrupsi teknologi ini. Sebagai media, kami paham industri ini tengah memasuki masa genting akibat perubahan pola pembaca mengonsumsi berita. Maka pada dua tahun lalu, dalam rapat-rapat redaksi, muncul ide membuat kolaborasi liputan yang melibatkan publik dan organisasi lain.
Dalam jurnalisme, sebenarnya, melibatkan publik adalah keniscayaan karena majikan para wartawan adalah orang banyak, mereka bekerja semata-mata untuk kepentingan publik, memenuhi hak atas informasi kepada masyarakat. Maka lahirlah #Bongkar, sebuah program yang menjaring ide masyarakat meliput tema yang diinginkan mereka.
Untuk menjembataninya, kami menggandeng Change.org, sebuah platform Internet yang menampung aspirasi masyarakat secara daring. Juga KitaBisa.com, aplikasi pembiayaan publik yang masif dan efektif. Menggabungkan keduanya adalah perpaduan sempurna menyokong kolaborasi dalam jurnalisme.

Sebagai awal kami melempar tiga ide besar untuk dipilih oleh publik: penyiksaan satwa sirkus, derita pekerja seks, dan hilangnya aset-aset DKI Jakarta. Ada 5.364 responden yang berpartisipasi dalam survei ini. Aset DKI paling banyak dipilih dengan menjaring 40,5 persen suara. Paralel dengan survei, kami juga membuka sumbangan lewat Kita Bisa yang menjaring Rp 5.576.232 dari 51 donatur.
Jumlah dana publik yang terkumpul memang belum cukup menutup seluruh biaya liputan. Namun, setidaknya upaya ini menandai dimulainya partisipasi langsung publik dalam liputan investigasi di Tempo. Ke depan diharapkan warganet terbiasa dengan gagasan pembiayaan bersama (crowdfunding) liputan berkualitas yang relevan untuk kepentingan publik.
Model jurnalisme gratis di media online, yang notabene tetap dibayar pemasang iklan dengan pelbagai format yang kian lama kian intrusif, dari pop up (iklan yang muncul mendadak menutupi layar Anda, sampai native advertising (iklan yang sengaja dikemas mirip berita), terbukti tidak banyak memicu liputan yang membongkar pelbagai skandal di sekitar kita. Jika publik menilai liputan investigasi penting, model pembiayaan langsung semacam ini bisa menjadi alternatif menyokongnya.

Media tengah menghadapi tantangan serius, terutama akibat disrupsi teknologi. Kerja wartawan bersaing dengan kerja para pembuat hoax dan berita bohong yang hasilnya berkejaran di media sosial menemukan pembaca. Banyak media yang berkompromi dengan bisnis model berita umpan-klik sehingga makin memperparah kualitas informasi yang kita terima.
Jurnalisme tentu saja tak boleh ikut arus dalam tantangan itu. Jurnalisme harus selalu mengabdi kepada kepentingan publik mengungkap kejahatan-kejahatan yang disembunyikan. Untuk apa? Untuk memberi kepada kita pelajaran secara terus menerus agar masa depan kita lebih baik, membuat dunia lebih damai.
Maka, demikianlah pembaca, pada edisi 30 Juli-5 Agustus 2018 pekan lalu, kami meluncurkan investigasi pertama hasil kolaborasi publik dalam liputan berjudul “WTP dengan 1.001 Masalah”. Liputan ini menemukan kejanggalan audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan pemerintah DKI Jakarta. Banyak aset yang hilang dan terancam lepas akibat pencatatannya yang amburadul, tapi BPK memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), status tertinggi audit keuangan negara.
Karena tak ada orang luar yang terlibat, sumbangan publik itu masih tersimpan utuh di rekening penampungan Tempo di KitaBisa.com. Dana itu pasti berguna untuk liputan berikutnya dalam program #Bongkar yang sedang kami siapkan. Mari berpartisipasi!
Cuplikan Surat dari Redaksi Tempo edisi 12 Agustus 2018.
One thought on “Kolaborasi dalam Investigasi”