Konsep ruang dan waktu yang difilmkan dalam Interstellar.
Continue reading “INTERSTELLAR”Category: film
FURY DAN KENANGAN AKAN RUMAH
Film Fury bercerita soal kerindungan pulang dalam keganasan perang. Mengingatkan pada kenangan dalam lagu U2, Cedarwood Road.
Continue reading “FURY DAN KENANGAN AKAN RUMAH”INDONESIA
Indonesia sedang mempertontonkan drama paling menjijikkan: persekongkolan para bajingan.
NEGERI ini memang tak pernah kekurangan drama. Prosa mana pun tak ada yang bisa melampaui kejijikan dan ketidakmungkinan yang terjadi di Indonesia.
Drama-drama [nyata] di Indonesia menempatkan prosa [yang khayali] ke gradasi paling rendah.
Di negeri ini, yang khayali itu kalah dengan yang nyata-nyata dilakukan para aktornya. Maka benarlah Chernishevsky: dunia lebih indah [sekaligus lebih bejat dong, Tuan Nikolai] ketimbang karya seni.
Anda mungkin nonton Inglourious Basterd yang sedang diputar di bioskop-bioskop itu. Kita jijik melihat kelakukan Kolonel Hans Landa, pemimpin SS yang pintar itu, yang selalu bisa mengorek keterangan paling tersembunyi dalam setiap hati manusia. Kita jijik melihat Letnan Aldo Reine membalas kekejian Nazi dengan membelek kulit kepala setiap Nazi yang berhasil dibunuh anak buahnya, meski Aldo bukan seorang Yahudi atau punya saudara seorang Yahudi.
Tapi Inglourious hanya film Quentin Tarantino. Keluar dari bioskop kita bisa kembali makan ayam goreng kering yang diimpor Kolonel Sanders dengan lahap dan nikmat.
Inglourious hanya film. Sama fiktifnya dengan The Departed yang bercerita tentang perselingkuhan polisi dengan pemimpin bajingan di Boston. Tarantino dan Martin Scorsese barangkali perlu ke sini segera: menonton drama nyata paling menjijikkan yang pernah ada di dunia. Persekongkolan para bajingan.
CARA MENJADI BAJINGAN
MENJADI bajingan adalah sebuah keharusan dalam perang. Dan Quentin Tarantino menyajikan cara menjadi bajingan tengik yang paling menyebalkan lewat Inglourious Basterds, seraya mengejeknya.
Dia menertawakan kebrutalan Nazi membantai Yahudi dan menyeringai terhadap sikap Amerika dalam membalas kekejaman itu. Tentu saja Tarantino memakai kacamata abad 21 ketika mengejek kebiadaban di luar akal sehat itu.
Pada abad 20, di tahun 1941, para idiolog berlomba tampil menjadi penguasa dunia. Dan Nazi tampil dengan kebanggaan narsis bangsa Arya memusnahkan Yahudi yang mereka anggap najis sejarah dan dunia.
Di abad ini, ketika peradaban mencapai puncak, narsisisme semacam itu menjadi menggelikan. Dalam sebuah pertemuan, misalnya, terselip ejekan dari para bajingan anak buah Letnan Aldo Raine, “Hmm, kita duduk di antara bangsa Arya yang agung.”
Meski berlatar sejarah, cerita film ini sepenuhnya fiktif. Dibagi ke dalam lima bab—setiap bab menjadi pemisah yang efektif untuk menyatukan potongan cerita—Inglourious dimulai ketika Kolonel Hans Landa menginterogasi LaPadite, seorang petani di sebuah desa di Prancis.
Pak Padite dicurigai menyembunyikan satu keluarga Yahudi. Dialog keduanya sungguh menegangkan. Sikap dingin Landa mengorek keberadaan Yahudi itu meneror Padite dan kita yang tahu di gudang lantai bawah seorang ibu, ayah, anak gadis, dan balita menahan suara ketakutan.
Padite hanya menangis ketika Landa bertanya apakah ia menyembunyikan mereka di gudang bawah tanah, bukannya sudah pergi ke Spanyol seperti pengakuan di awal interogasi.
Anak gadis keluarga Yahudi itu, Shosanna Dreyfus, kemudian lolos dari berondong peluru tentara Jerman. Dia kabur dan mengganti identitas menjadi seorang gadis Prancis pemilik sebuah bioskop kecil di desa Loussana.
Bioskop ini kelak menjadi pertemuan para pemimpin Nazi–termasuk Hitler–yang menonton film propaganda dengan kelompok Aldo Reina (Brad Pitt). Hitler sudah lama jengkel dengan kelompok Aldo yang menyebut diri Si Beruang Yahudi karena membunuhi tentara Jerman dengan membelek kulit kepala dan memberi tanda Nazi di kening korbannya.
Dan pusat film ini adalah Landa dan Aldo. Aktor Christoph Waltz, aktor asli Austria ini, memerankan Landa dengan memukau.
Setiap gerak-geriknya yang gemulai justru menyebalkan dengan kemampuan elokuen yang mengagumkan. Ia selalu bisa mengorek petunjuk sekecil apa pun untuk menangkap musuh-musuh Jerman, terutama para Yahudi yang menyamar. Dan dari setiap pertanyaan itu selalu berujung dengan pengungkapan fakta yang tak terduga.
Aldo selalu menyungging senyum menjengkelkan setiap membicarakan Nazi. Ia diutus Amerika mengumpulkan para Yahudi dengan kemampuan membunuh Nazi secara keji dan melumpuhkan mereka untuk menghentikan perang. Brad Pitt harus ngomong dengan suara perut dan mulut camoh sepanjang film. Capek kita mendengarnya.
Begitulah Tarantino. Humornya gelap. Cara mengejeknya bikin mual.
Seperti film-filmnya yang lain, cara menertawakannya dibumbui muncrat darah yang telanjang dan dialog-dialog yang meneror. Ketika menangkap seorang tentara Nazi di sebuah hutan, misalnya, Aldo menceritakan bagaimana seorang anak buahnya membunuh seorang Nazi dengan menghajar kepalanya memakai tongkat baseball hingga otaknya buyar dalam sekali ayun, untuk mengorek keterangan keberadaan markas Nazi.
Kita sudah ngeri lebih dulu sebelum tongkat itu benar-benar teranyun melumat kepala tentara itu. Muncrat darah dan erang kesakitan itu adalah inti filmnya, karena semua tokoh di film ini adalah para bajingan yang terbentuk oleh sebuah perang absurd di zaman modern.